Liberalisasi Mengancam Indonesia!

19 05 2009

bejad liberalPernahkah Anda membuka situs www. libforall.com? Anda akan tahu bahwa Indonesia yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia ini dalam kondisi bahaya karena menjadi sasaran liberalisasi dan sekulerisasi. Di sana ada sejumlah pengakuan jujur kaum liberalis Amerika dan juga pendukungnya di Indonesia untuk menghantam pemikiran Islam kaffaah dan syumuliyah yang ada di dalam masyarakat Indonesia. Mereka menyebut umat Islam yang ingin menerap-kan syariah Allah ini dengan sebutan “Islam fundamentalis” dan bahkan menyebutnya sebagai “teroris”.
Di halaman pertama kita akan disambut dengan kalimat “LibForAll Foundation adalah se-buah institusi yang berusaha mewujudkan dunia yang damai berdasarkan nilai-nilai luhur aga-ma di bawah bimbingan dan perlindungan Yang Mulia KH Abdurrahman Wahid dan para ulama lain.”
Masih di halaman yang sama, Associated Press menulis bahwa CEO LibForAll, Holland Taylor, tengah berupaya meng-himpun tokoh-tokoh Liberalis dan Pluralis ber-KTP Islam di seluruh dunia untuk membentuk satu jaringan “Muslim Moderat”. Inilah kalimatnya: “Pendiri-ber-sama LibForAll C Holland Taylor sedang menghubungkan para pemimpin Muslim moderat da-lam sebuah jaringan mercusuar di dalam dunia Islam yang akan mempromosikan toleransi dan kebebasan berpikir dan ber-ibadah.”
Situs ini pun tanpa tedeng aling-aling menyatakan kelom-pok Islam radikal sebagai kelom-pok yang diilhami setan. Lihat saja halaman berjudul “Sebuah ‘Fatwa Musikal’ Melawan Keben-cian & Terorisme Religius”.
Strategi liberalisasi tersebut, sebagaimana tertera di situsnya, diilhami oleh teladan kultur Jawa kuno, yang menga-lahkan usaha-usaha kaum radikal untuk memusnahkannya 500 tahun yang lalu. “Dalam berbuat demikian, ia menghasilkan varian Islam paling liberal dan toleran yang pernah ditemukan di mana-pun di muka bumi, dan sebuah paradigma untuk mengalahkan ideologi kebencian yang melandasi dan membiakkan terorisme.”
Beberapa programnya se-cara garis besar adalah: “Mendukung berdirinya “Wahid Institute” yang memiliki slogan “Seeding plural and peaceful Islam” dengan ikut mengembangkan pema-haman “Islam Moderat” dan me-nyebarkan gagasan pembaha-ruan di bidang demokrasi, pluralisme, dan toleransi antara Muslim di Indonesia dan juga di seluruh dunia.

Bidang Ekonomi
Gagasan liberalisme itu pelan tapi pasti telah menyusup ke seluruh sektor. Di bidang ekonomi lahir berbagai kebijakan yang berpihak kepada kalangan neoliberal. Ini diakui oleh para ahli ekonomi. Misalnya munculnya UU Penanaman Modal, UU Kelistrikan yang kemudian dianulir, UU Migas, UU Sumber Daya Air dan sebagainya. Menurut para pengamat, sejak merdeka Indonesia masih terjajah secara ekonomi. Sama halnya dengan modus LibForAll, asing juga menggunakan orang-orang lokal untuk melancarkan program liberalisasi tersebut. Sebagian besar mereka duduk di posisi kunci pemerintahan.
Liberalisasi bidang politik dilancarkan secara massif pada era reformasi. Barat tidak hanya membantu dalam bidang pemikiran, tapi langsung mengucurkan sejumlah dana bagi kebutuhan perombakan sistem politik Indonesia agar lebih liberal. Kebijakan politik disusun oleh orang-orang mereka yang duduk di lembaga yang berafiliasi kepada Barat seperti Cetro (Centre for Electoral Reform) dan lembaga internasional itu sendiri seperti UNDP dan USAID.
Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Munarman, dalam suatu kesempatan mengungkapkan banyaknya lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang selama ini menerima sumbangan dari organisasi luar negeri dalam menjalankan sejumlah programnya di Indonesia. Mereka mendapat dana dari The Asia Foundation dan Yayasan TIFA untuk melancarkan program advokasi anti Islam. “Program ini seperti menjalankan agenda Amerika dengan nama Civil Democratic Islam,” tegas Munarman. Ia menyebut beberapa organisasi itu yaitu Lakpesdam NU Ambon, Lakpesdam NU DKI Jakarta, Jaringan Islam Liberal (JIL), Lembaga Studi Islam Progresif (LSIP), Wahid Institute,  Universitas Paramadina, dan Al Madani Foundation.
Belakangan, liberalisasi itu masuk ke dunia pendidikan. Praktisi pendidikan Fahmi Lukman menjelaskan liberalisasi pendidikan ini ditandai dengan penolakan peran negara di bidang tersebut dan menyerahkan kepada publik untuk memilih hak pendidikan. Liberalisasi ini menjadikan masyarakat semakin sulit mendapatkan akses pendidikan karena mahalnya biaya. Untuk itu, negara mengeluarkan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP). Perlahan negara melepas tanggung jawab memenuhi hak warga negara atas pendidikan. Kontribusi negara dalam pembiayaan pendidikan tinggi dan sekolah dikurangi menjadi minimal (Pasal 41 ayat 10 UU no. 9/2009). Lembaga diizinkan menghimpun dana dari masyarakat (Pasal 41 ayat 9 UU no.9/2009). Konsekuensinya, masyarakat membayar lebih mahal.
Di bidang sosial budaya, seperti disampaikan budayawan Taufik Ismail, serangan ke Indonesia tak kalah gencarnya. Ini juga didukung oleh proses reformasi yang memberi kebebasan berbicara, berpendapat, dan mengeritik, berperilaku, keleluasaan berdemonstrasi, ditiadakannya SIUPP (izin penerbitan pers), dan sebagainya. “Arus besar yang menderu-deru menyerbu kepulauan kita adalah gelombang sebuah gerakan syahwat merdeka.” Gerakan tak bersosok organisasi resmi ini tidak berdiri sendiri, tapi bekerja sama bahu-membahu melalui jaringan mendunia, dengan kapital raksasa mendanainya, ideologi gabungan yang melandasinya, dan banyak media massa cetak dan elektronik jadi pengeras suaranya. Semua itu, menurut seorang pengamat, bertujuan melemahkan Indonesia dan menghadang Islam!.[] Mujiyanto


Aksi

Information

Tinggalkan komentar