Diabolisme Intelektual

24 09 2009

Dr. Syamsudin Arif, MADiábolos adalah ‘iblis. Sebagaimana kita ketahui, ia dikutuk dan dihalau karena menolak perintah Tuhan dan bersujud kepada Adam. Tapi dia bukan atheist atau ragu pada Tuhan.

Oleh Dr. Syamsuddin Arif,MA *

Diábolos adalah Iblis dalam bahasa Yunani kuno, menurut A. Jeffery dalam bukunya the Foreign Vocabulary of the Qur’an, cetakan Baroda 1938, hlm. 48. Maka istilah “diabolisme” berarti pemikiran, watak dan perilaku ala Iblis ataupun pengabdian padanya. Dalam kitab suci al-Qur’an dinyatakan bahwa Iblis termasuk bangsa jin (18:50), yang diciptakan dari api (15:27).

Sebagaimana kita ketahui, ia dikutuk dan dihalau karena menolak perintah Tuhan untuk bersujud kepada Adam. Apakah Iblis atheist? Tidak. Apakah ia agnostik? Tidak. Iblis tidak mengingkari adanya Tuhan. Iblis tidak meragukan wujud maupun ketunggalan-Nya. Iblis bukan tidak kenal Tuhan. Ia tahu dan percaya seratus persen. Lalu mengapa ia dilaknat dan disebut ‘kafir’? Di sinilah letak persoalannya. Baca entri selengkapnya »





Perbedaan Hadharah Islam dg Barat

23 04 2009

Oleh : Imam Taqiyuddin an-Nabhani

Dari segi istilah terdapat perbedaan antara Hadharah dan Madaniyah. Hadharah adalah sekumpulan mafahim (ide yang dianut dan mempunyai fakta) tentang kehidupan. Sedangkan Madaniyah adalah bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang terindera yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Hadharah bersifat khas, sesuai dengan pandangan hidup. Sementara madaniyah boleh bersifat khas, boleh pula bersifat umum untuk seluruh umat manusia. Bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan dari hadharah, seperti patung, termasuk madaniyah yang bersifat khas. Sedangkan bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan oleh kemajuan sains dan perkembangan teknologi/industri tergolong madaniyah yang bersifat umum, milik seluruh umat manusia. Bentuk madaniyah yang terakhir ini tidak dimiliki secara khusus oleh suatu umat tertentu, akan tetapi bersifat universal seperti halnya sains dan teknologi/industri.

Perbedaan antara hadharah dengan madaniyah harus selalu diperhatikan, sama perhatiannya terhadap perbedaan antara bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan dari suatu hadharah dengan bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan oleh sains dan teknologi/industri. Hal ini amat penting pada saat kita akan mengambil madaniyah, agar kita dapat membedakan bentuk-bentuknya atau agar dapat membedakannya dengan hadharah. Jadi, bentuk-bentuk madaniyah Barat yang lahir dari sains dan teknologi/industri, tidak ada larangan bagi kita untuk mengambilnya, akan tetapi madaniyah Barat yang dihasilkan dari hadharah-nya, jelas tidak boleh kita ambil, sebab kita tidak boleh mengambil hadharah Barat disebabkan jelas-jelas bertentangan dengan hadharah Islam, baik dari segi asas dan pandangannya terhadap kehidupan, maupun dari arti kebahagiaan hidup bagi manusia. Baca entri selengkapnya »





Liberal dan Fatwa Kontemporer

5 04 2009

az-azra[Catatan untuk Azyumardi Azra]

“Fatwa” yang berdasarkan konsep akal sekular dapat disimak melalui pemikiran penganut kaum liberal

Oleh: Henri Shalahuddin*

Pada kolom Resonansi Republika, Kamis 12 Februari 2009, Prof. Dr. Azyumardi Azra menulis artikel pendek tentang masalah yang memerlukan pembahasan yang tidak pendek. Dalam tulisannya, Azyumardi menganalisa bahwa terjadinya pro-kontra terhadap fatwa MUI, lebih disebabkan subyek-subyek yang dibahas berkaitan dengan kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan politik yang tidak lagi sepenuhnya ‘murni’ bersifat keagamaan.

Analisa seperti ini tentunya sudah dimaklumi tidak terlepas dari pendekatan sekular yang mengesampingkan peran agama dari kehidupan publik. Sehingga dia mengategorikan fatwa itu ada dua jenis; yakni Baca entri selengkapnya »





Kapitalisme Ribawi

18 03 2009

d_spiritual_capitalDiambang kesulitan finansial global lembaga ribawi tetap memburu mangsa untuk ‘dipinjami’ agar tetap mendapatkan bunga

Oleh: Muhaimin Iqbal *

Ada cerita menarik dari Danah Zohar dalam bukunya yang best seller di seluruh dunia Spiritual Capital, yang sangat relevan dengan krisis finansial yang melanda dunia saat ini.

Cerita ini sendiri berasal dari Mythology Yunani kuno tentang seorang tukang kayu yang kaya namun sangat serakah bernama Erisychthon. Saking serakahnya, si tukang kayu bahkan berani menebang pohon kesayangan dewa mereka – dimana rakyat Yunani biasa ‘beribadah’ di sekitar pohon tersebut.

Konon sang ‘dewa’ sangat marah atas ditebangnya pohon tersebut, dan dikutuklah Erisychthon untuk tidak pernah kenyang walau apapun telah dimakannya. Maka mulailah Erisychthon memakan apapun yang dijumpainya, toko dan isinya dimakan sampai habis, setelah itu keluarganya juga dimakan sampai habis – sampai tinggal satu-satunya yang ada di sekitar dia, yaitu dirinya sendiri. Karena rasa lapar yang tidak pernah bisa terkenyangkan – maka akhirnya Erisychthon-pun memakan dirinya sendiri. Baca entri selengkapnya »





Mengapa Kita Menolak Sekularisme?

13 03 2009

Oleh: Muhammad Shiddiq al-Jawi

icon_sekularisme1. Pengertian Sekularisme
Sekularisme (secularism) secara etimologis menurut Larry E. Shiner berasal dari bahasa Latin saeculum yang aslinya berarti “zaman sekarang ini” (the present age). Kemudian dalam perspektif religius saeculum dapat mempunyai makna netral, yaitu “sepanjang waktu yang tak terukur” dan dapat pula mempunyai makna negatif yaitu “dunia ini”, yang dikuasai oleh setan.*1)

Pada abad ke-19, tepatnya tahun 1864 M, George Jacob Holyoke menggunakan istilah sekularisme dalam arti filsafat praktis untuk manusia yang menafsirkan dan mengorganisir kehidupan tanpa bersumber dari supernatural.*2)

Setelah itu, pengertian sekularisme secara terminologis mengacu kepada doktrin atau praktik yang menafikan peran agama dalam fungsi-fungsi negara. Dalam Webster Dictionary sekularisme didefinisikan sebagai:

“A system of doctrines and practices that rejects any form of religious faith and worship.”

(Sebuah sistem doktrin dan praktik yang menolak bentuk apa pun dari keimanan dan upacara ritual keagamaan)

Atau sebagai:

“The belief that religion and ecclesiastical affairs should not enter into the function of the state especially into public education.”

(Sebuah kepercayaan bahwa agama dan ajaran-ajaran gereja tidak boleh memasuki fungsi negara, khususnya dalam pendidikan publik).*3)

Jadi, makna sekularisme, secara terminologis, adalah paham pemisahan agama dari kehidupan (fashlud din ‘an al hayah), yakni pemisahan agama dari segala aspek kehidupan, yang dengan sendirinya akan melahirkan pemisahan agama dari negara dan politik.*4)

Secara sosio-historis, sekularisme lahir di Eropa, bukan di Dunia Islam, sebagai kompromi antara dua pemikiran ekstrem yang kontradiktif, yaitu: Baca entri selengkapnya »