Bahaya Humanisme, Pluralisme dan Demokrasi

7 01 2010

READ MORE





Diabolisme Intelektual

24 09 2009

Dr. Syamsudin Arif, MADiábolos adalah ‘iblis. Sebagaimana kita ketahui, ia dikutuk dan dihalau karena menolak perintah Tuhan dan bersujud kepada Adam. Tapi dia bukan atheist atau ragu pada Tuhan.

Oleh Dr. Syamsuddin Arif,MA *

Diábolos adalah Iblis dalam bahasa Yunani kuno, menurut A. Jeffery dalam bukunya the Foreign Vocabulary of the Qur’an, cetakan Baroda 1938, hlm. 48. Maka istilah “diabolisme” berarti pemikiran, watak dan perilaku ala Iblis ataupun pengabdian padanya. Dalam kitab suci al-Qur’an dinyatakan bahwa Iblis termasuk bangsa jin (18:50), yang diciptakan dari api (15:27).

Sebagaimana kita ketahui, ia dikutuk dan dihalau karena menolak perintah Tuhan untuk bersujud kepada Adam. Apakah Iblis atheist? Tidak. Apakah ia agnostik? Tidak. Iblis tidak mengingkari adanya Tuhan. Iblis tidak meragukan wujud maupun ketunggalan-Nya. Iblis bukan tidak kenal Tuhan. Ia tahu dan percaya seratus persen. Lalu mengapa ia dilaknat dan disebut ‘kafir’? Di sinilah letak persoalannya. Baca entri selengkapnya »





Halusinasi Penadah Demokrasi Dalam Pamflet Ilusi Negara Islam.

30 06 2009

ilusi-negaraTelaah Buku : Halusinasi Penadah Demokrasi Dalam  Pamflet Ilusi Negara Islam.

Judul : Ilusi Negara Islam, Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia

Penerbit : Kerjasama Maarif dan the Wahid institute

Cetakan I: April 2009, 321 halaman

Proyek terorisme ICG pimpinan Sidney Jones, yang mengguncang opini publik Indonesia (2001-2007), terbukti gagal mengaitkan JI (Jamaah Islamiyah) dengan berbagai institusi penegak Syari’at Islam di Indonesia. Namun, upaya melemahkan gerakan Islam dan memandulkan ideologi jihad kaum Muslimin, agaknya bukan saja belum reda, malah juga kian gigih dilakukan.

MELEMAHNYA propaganda ICG (International Crisi Group) seiring kian lumpuhnya proyek terorisme Amerika, dimunculkan lagi isu wahabisme sebagai ideologi transnasional yang berbahaya, guna mengacak-acak gerakan Islam. Agenda provokasi kini dilanjutkan oleh C. Holland Taylor yang bernaung di bawah payung LibForAll Foundation, bersekutu dengan para penadah demokrasi sekaligus bertindak sebagai agen Melayu, yakni Maarif Center dan the Wahid Institute.

Persekutuan LibForAll dengan jaringan spilis (sekularisme, pluralisme, liberalisme), merupakan proyek baru melawan apa yang mereka sebut bahaya ‘infiltrasi ideologi radikal Wahabisme’. Proyek baru ini dibuncahkan dalam bentuk penerbitan buku, yang menyeret sejumlah nama tokoh spilis di dalamnya, antara lain Prof. Dr. Syafi’i Maarif, Prof. Dr. Munir Mulkhan, Abdurrahman Wahid, dan kyai penyair Musthafa Bisri, yang kemudian melahirkan skandal akademik karena terjadinya kebohongan publik.

Pada 16 Mei 2009 lalu, secara bersama-sama, Maarif, the Wahid institute, dan Gerakan Bhineka Tunggal Ika, melaunching buku pamflet bernuansa SARA, berjudul Ilusi Negara Islam (INI). Tapi aneh, seminggu kemudian digugat oleh sejumlah peneliti yang dicantumkan namanya dalam buku dimaksud. Para peneliti tersebut merasa tidak melakukan penelitian yang menghasilkan provokasi murahan itu. Mereka melakukan penelitian yang berbeda secara materi dan substansial. Sehingga apa yang ditulis dalam buku itu, sebagaimana dijelaskan para peneliti yang telah disampaikan ke berbagai media massa, sudah menyimpang jauh dari desain dan tujuan penelitian.

Di buku ini diwacanakan, misalnya, betapa organisasi Islam sebesar Muhammadiyah sudah sedemikian parah ‘diacak-acak’ anggotanya sendiri yang merangkap sebagai aktivis Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Banyak masjid dan lembaga-lembaga pendidikannya ‘diserobot’ orang-orang partai. Begitu pula NU, di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah saja, katanya sudah ‘kehilangan’ 11 masjid/mushala, belum lagi di Jawa Timur. Baca entri selengkapnya »





Perbedaan Hadharah Islam dg Barat

23 04 2009

Oleh : Imam Taqiyuddin an-Nabhani

Dari segi istilah terdapat perbedaan antara Hadharah dan Madaniyah. Hadharah adalah sekumpulan mafahim (ide yang dianut dan mempunyai fakta) tentang kehidupan. Sedangkan Madaniyah adalah bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang terindera yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Hadharah bersifat khas, sesuai dengan pandangan hidup. Sementara madaniyah boleh bersifat khas, boleh pula bersifat umum untuk seluruh umat manusia. Bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan dari hadharah, seperti patung, termasuk madaniyah yang bersifat khas. Sedangkan bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan oleh kemajuan sains dan perkembangan teknologi/industri tergolong madaniyah yang bersifat umum, milik seluruh umat manusia. Bentuk madaniyah yang terakhir ini tidak dimiliki secara khusus oleh suatu umat tertentu, akan tetapi bersifat universal seperti halnya sains dan teknologi/industri.

Perbedaan antara hadharah dengan madaniyah harus selalu diperhatikan, sama perhatiannya terhadap perbedaan antara bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan dari suatu hadharah dengan bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan oleh sains dan teknologi/industri. Hal ini amat penting pada saat kita akan mengambil madaniyah, agar kita dapat membedakan bentuk-bentuknya atau agar dapat membedakannya dengan hadharah. Jadi, bentuk-bentuk madaniyah Barat yang lahir dari sains dan teknologi/industri, tidak ada larangan bagi kita untuk mengambilnya, akan tetapi madaniyah Barat yang dihasilkan dari hadharah-nya, jelas tidak boleh kita ambil, sebab kita tidak boleh mengambil hadharah Barat disebabkan jelas-jelas bertentangan dengan hadharah Islam, baik dari segi asas dan pandangannya terhadap kehidupan, maupun dari arti kebahagiaan hidup bagi manusia. Baca entri selengkapnya »





Demokrasi Mengokohkan Sekularisme

17 04 2009

guillotine31“Kalau kita tidak ikut pemilu, orang kafir akan berkuasa, kan lebih parah ?” Argumentasi ini sering kita dengar dari teman-teman yang ‘ngotot’ mengajak ikut pemilu. Berbagai kaedah hukum syara’ pun dikeluarkan yang populer adalah akhafud-dhororoin (mengambil dhoror yang lebih ringan) atau ahwanusyssyarrain (mengambil syar/kebu-rukan yang lebih ringan). “Memang pemilu sekarang belum Islami, tapi bahayanya lebih kecil dibanding kita tidak ikut pemilu” , kata teman tersebut.

Argumentasi di atas tentu saja penting untuk dikritisi. Pernyataan orang kafir berkuasa akan berbahaya, logika terbaliknya berarti kalau orang Islam berkuasa akan lebih baik. Tapi benarkah begitu ?

Kalau kita lihat sepanjang sejarah ‘demokrasi’ di Indonesia sebenarnya yang mayoritas menjadi anggota legislatif, eksekutif, sampai yudikatif adalah orang Islam. Ketua MPR jelas Muslim, ketua DPR juga sama, presiden Muslim, wakil presiden kita Muslim, sampai menteri-menteri juga mayoritas Muslim. Pejabat tertinggi TNI maupun Polri juga Muslim. Apakah berarti kondisi kita lebih baik ?. Baca entri selengkapnya »